BAB I
PEMBAHASAN
1.1 Kasih Anak Pada Ibu Kandungnya
Al-Quran seringkali mengingatkan manusia agar mengasihi Ibu kandungnya. Ibu memiliki fitrah untuk sentiasa sayang dan kasih kepada anak-anak mereka. Sejahat apa sekali pun ibu itu, mereka tetap memiliki rasa kasih yang begitu tinggi nilainya. Setiap ibu adalah begitu. Mungkin ada segelintir yang hilang kemanusiaannya ketika membuangkan anak mereka di tong sampah. Golongan ini belum layak dinamakan ibu. Mereka adalah orang yang “sesat” dan “keliru” dalam tipu daya nafsu dan syaitan. Tapi ibu yang menjalani hidup penuh penderitaan dan beban sentiasa akan memiliki kasih dan sayang terhadap anak-anaknya tanpa terkecuali. Allah SWT Maha tahu akan hakikat itu, oleh karena itu kita sedikit menemukan perintah agar ibu berbakti kepada anak-anak. Mereka pasti berbakti kerana fitrah yang telah diberikan. Kita lebih banyak menemukan perintah agar ibu berlaku adil terhadap anak-anak.
Lain halnya dengan sang anak. Tidak semua anak mempunyai kasih yang tinggi kepada ibu mereka. Kecenderungan manusia yang suka lupa ini, menjadikan anak-anak mudah lupa akan jasa ibu mereka ke atas mereka. Oleh kerana itu, Allah SWT seringkali menegaskan agar kita memberi perhatian yang cukup besar dalam berbakti kepada ibu. Sifat egois manusia juga sangat bahaya. Egois dan mementingkan diri biasanya akan menutup segala kebaikan yang pernah dilakukan ibu terhadap diri sang anak bila mana satu kehendak sang anak tidak dipenuhi. Hal ini terbukti bilamana begitu banyak anak yang mengabaikan bahkan mendurhakai ibu mereka hanya kerana cinta sebagai contoh. Ibu tidak menyetujui cinta mereka lalu mereka dengan begitu egoisnya mendurhakai keduanya. Kemana hilangnya kasih sang anak terhadap ibu mereka?
Perkara yang baik tidak mungkin bertembung dengan perkara yang tidak baik. Apakah kita mentaati suami yang fasik sehingga menyebabkan kita terpaksa durhaka kepada ibu? Ataukah kita mentaati suami yang sholeh lalu mendurhaka kepada ibu yang fasik?
Perlu ditegaskan bahwa jika ibu kita seorang yang fasik sekali pun kita masih wajib taat kepada mereka.
1.2 Perilaku anak terhadap ibu kandungnya
" Kasih Ibu kepada beta...tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia "
Penggalan lagu di atas mengingatkan kita ketika kecil dulu, sering sekali kita menyanyikannya. Cinta Ibu tak dapat terbalaskan, mungkin itu kata-kata yang sering kita ucapkan sebagai anak, karena setiap Ibu selalu memberikan kasih sayangnya dengan tulus, pada anak-anaknya, tanpa meminta bayaran, atau balasan dari semua kasih sayang yang telah di berikannya. Namun adakalanya ketika anak-anak sudah besar banyak perbedaan yang menimbulkan pertengkaran pada keduanya. Keinginan-keinginan anak suka berbenturan dengan Orang tua, terutama Ibu. Kadang si Ibu ingin yang A, tapi si anak ingin yang B.
Apa lagi kalau kita lihat kehidupan di Jerman, banyak sekali perbedaan yang mencolok, antara orang tua dan anak, terutama ketika anak-anaknya mulai beranjak dewasa, kebebasan sudah mulai menjadi teman si anak, entah itu dari mulai senang pesta, merokok, dan berpakaian dengan model yang aneh-aneh.
Adakalanya si Ibu suka mungkin merasa anaknya sudah besar, adakalanya tidak. Seperti beberapa waktu lalu ada kasus di TV, ada seorang anak yang tidak di izinkan oleh ibunya untuk bergaul dengan anak-anak jalanan, umur mereka kira-kira 18 tahun, mereka seringnya kumpul-kumpul di tempat-tempat tertentu sambil minum-minuman keras. Tapi karena anak itu tidak terima saat di larang, maka dia pergi meninggalkan rumah orang tuanya. Disinilah sebenarnya peran Orang tua menjadi tidak bermanfaat, karena mereka lebih memilih jalan hidup mereka sendiri dan kesenangan mereka. Sehingga melupakan Orang tuanya, yang telah melahirkan dan membesarkannya.
Seperti susu di balas dengan air tuba, begitulah peribahasa yang sering kita dengar, ketika si anak mulai membangkang dan mulai mengabaikan semua keinginan serta nasehat orang tuanya. Kadang kesalahan tidak melulu pada si anak, kemungkinan besar ada juga pada orang tuanya yang kurang tegas pada si anak dan seringnya si anak di beri kelonggaran, sehingga buat si anak jadi terbiasa. Dan kebiasaan-kebiasaan buruk si anak yang tidak terkontrol, sehingga kebabalasan, yang akhirnya menjadi candu untuk anak itu sendiri. Ada beberapa orang Jerman yang merasa berat untuk memiliki anak, sehingga mereka lebih suka memelihara anjing. Mungkin bagi mereka anjing lebih mudah di atur, tidak menyusahkan dan nurut.
Mereka tidak punya tujuan dalam kehidupan ini, maka bagi mereka bila anak akan menyusahkan mereka, mengapa mereka pelihara, tapi ada juga orang Jerman yang punya anak banyak. Sebenarnya bukan anak-anak Jerman saja yang mempunyai karakter keras dan suka membangkang, anak-anak lain juga demikian, mungkin ini tergantung dari peran seorang Ibu di rumah, maka Ibu di katakan oleh Rosulullah sebagai " Sekolah " bagi anak-anaknya, mungkin itu maksudnya, anak-anak akan berakhlaq mulia, bila seorang Ibu baik dalam mendidiknya.
BAB II
CONTOH KASUS CERITA
2.1 Jasa anak vs jasa ibu
Ini adalah mengenai Nilai kasih Ibu dari seorang anak yang mendapatkan ibunya sedang sibuk menyediakan makan malam di dapur. Kemudian dia mengulurkan sekeping kertas yang bertulis sesuatu. Si ibu segera membersihkan tangan dan lalu menerima kertas yang diulurkan oleh si anak dan membacanya.
Ongkos upah membantu ibu:
1. Membantu pergi ke warung: Rp 20.000
2. Menjaga adik Rp 20.000
3. Membuang sampah Rp 5.000
4. Membereskan tempat tidur Rp 10.000
5. Menyiram bunga Rp 15.000
6. Menyapu halaman Rp 15.000
Jumlah : Rp 85.000
Selesai membaca, si ibu tersenyum memandang si anak yang raut mukanya berbinar-binar. Si ibu mengambil pena dan menulis sesuatu dibelakang kertas yang sama.
1. OngKos mengandungmu selama 9 bulan - GRATIS
2. OngKos berjaga malam karena menjagamu - GRATIS
3. OngKos air mata yang menetes karenamu – GRATIS
4. OngKos khawatir kerana selalu memikirkan keadaanmu - GRATIS
5. OngKos menyediakan makan minum, pakaian dan keperluanmu – GRATIS
Jumlah Keseluruhan Nilai Kasihku - GRATIS
Air mata si anak berlinang setelah membaca. Si anak menatap wajah ibu, memeluknya dan berkata, "Saya Sayang Ibu". Kemudian si anak mengambil pena dan menulis sesuatu didepan surat yang ditulisnya: "Telah Dibayar" .
2.2 Catatan Seorang Anak akan cinta kasih terhadap Ibu kandungnya
Aku selalu berkata pada Ibu bahwa suatu hari nanti aku akan mengajak Ibu jalan-jalan dengan uang hasil jerih payahku sebagai penulis. Ironisnya, sampai detik ini belum ada penerbit yang bersedia meluncurkan karyaku ke pasaran. "Terlalu riskan," kata mereka. Memang kuakui, tulisanku itu dapat membuat telinga orang-orang tertentu panas. Namun, aku selalu berdalih bahwa apa yang kutulis itu memang seperti apa adanya karena memang begitu kenyataannya. Aku optimis saja. Mungkin saja karyaku justru akan dikenal setelah aku meninggal dunia. Seperti nasib Edgar Alan Poe, penulis puisi terkenal itu. Sementara itu, aku akan tetap menulis.
Kembali ke reaksi para penerbit tadi, kalau dipikir-pikir , aneh juga ya? Kejujuran koq ditakuti. Dunia memang dipenuhi orang-orang gila. Pantas saja tidak ada yang sanggup jadi pacarku. Mungkin aku terlalu waras untuk ukuran orang-orang gila itu. Orang gila kan tidak bisa mengerti pikirannya orang yang waras, dan sebaliknya. Sedih juga jadinya. Bisa-bisa aku kesepian seumur hidup karena dunia mengalami kelangkaan akan orang waras. Lama-lama aku bisa ikutan gila! Gawat....Tapi, ya sudahlah. Kan masih ada ibuku. Dari dulu kasih sayang yang berlimpah dari Ibu selalu membuatku bertahan melewati badai dalam hidupku. Apalagi kalau cuma kesepian. Itu sih kecil! Begitu mendengar suara ibu di telepon, pasti hatiku rasanya langsung nyesss...adem. Ha..ha.. Ibuku kan wonder woman. Ibuku pasti tersipu-sipu nih kalau tahu aku memujinya setinggi bintang di langit! Sah-sah saja kan memuji ibu sendiri? Ibuku memang hebat koq!
Hmm...Aku sebenarnya mau menulis apa ya tadi? Jadi lupa. Maklum, kesibukanku sebagai mahasiswi kedokteran terkadang memaksaku untuk menumpuk ide di kepalaku. Ide-ide itu sering terdesak oleh isi buku-buku teks kedokteran yang tebal-tebal dan akhirnya menguap entah ke mana tanpa sempat kuketik maupun kutulis.
Oh ya, tadi aku lupa cerita. Sekarang statusku memang mahasiswi kedokteran. Cita-cita awalku memang penulis. Tapi, akhirnya aku berkuliah juga di fakultas kedokteran sebuah universitas swasta yang terjamin mutu dan kualitasnya (itu yang selalu dikatakan seorang dosenku tentang universitas tempatku berkutat mencari ilmu itu). Kupikir-pikir tak ada salahnya menjadi dokter sambil merintis karier sebagai penulis. Ibuku pasti bangga. Sebenarnya aku tidak tahu apa yang melandasi niatku masuk fakultas kedokteran. Apakah karena cita-cita luhur ingin membantu sesama atau semata-mata hanya ingin membuat ibuku bangga? Entahlah. Yang aku tahu aku ingin selalu menjaga ibuku. Kupikir dengan menjadi seorang dokter akan memungkinkan aku untuk selalu menjaganya. Kalau Ibu sakit, aku kan bisa mengobati Ibu.
Aku ingin Ibu hidup seribu tahun lamanya. Pikiran yang sangat naif, tapi dalam pandanganku sangat manusiawi. Manusia kan memang suka bermimpi. Memimpikan sesuatu yang jelas-jelas tidak mungkin akan terjadi. Tapi, aku tidak peduli. Aku akan terus bermimpi. Bagiku, manusia yang tidak memiliki mimpi itu sama seperti manusia yang tidak bernyawa. Selama aku masih hidup, aku akan terus bermimpi. Aku ingin Ibu selalu bersamaku. Aku tidak ingin kehilangan ibuku. Tak terbayang akan seperti apa hidupku jadinya kalau Ibu tidak ada. Akan kulakukan apa saja untuk ibuku.
Harus kuakui, aku agak terobsesi oleh keinginan membahagiakan Ibu. Aku ingin membuat Ibu bangga supaya Ibu tidak menyesal telah bersusah payah membesarkan aku yang sering merepotkannya. Aku ingat betapa sedih dan susahnya hati Ibu ketika aku sempat mogok sekolah. Tapi, itu sudah menjadi masa lalu. Sekarang hidupku sangat bahagia. Peristiwa itu justru semakin mendekatkan aku dengan Ibu. Sesuatu yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Ibuku itu pelit mengucapkan kata "sayang". Bahkan kadang-kadang Ibu terkesan kaku dan tertutup. Mungkin akibat hasil didikan zaman dulu. Ibuku selalu bilang bahwa dulu beliau diajari untuk tidak terlalu menunjukkan emosinya, apalagi secara berlebihan, termasuk pula tentang kasih sayang.
Aku tak pernah tahu apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Ibu. Sebagian besar perkataannya selalu berkaitan denganku. Ibu jarang bercerita tentang dirinya. Padahal aku sangat ingin belajar tentang kehidupan dari ibuku sendiri. Kenapa ya Ibu seperti itu? Apa ibu-ibu lain juga seperti itu?
Di balik semua itu, aku tahu ibuku itu amat penyayang. Dulu kupikir Ibu tidak sayang aku hingga sering kurasa perlu untuk menanyakan kepada Ibu apakah Ibu sayang aku. Pertanyaanku itu pun jarang dijawab dengan kata-kata. Biasanya hanya dijawab dengan seulas senyum.
Ibuku adalah perempuan yang cantik, berhati lembut, dan penuh kasih sayang. Peluknya yang hangat dan senyum manisnya yang selalu mampu meredam hatiku yang galau terekam dengan baik dalam ingatanku. Itu pula yang selalu membuatku merindukan ibuku.
Sekarang aku mulai beranjak dewasa. Tidak lagi selalu membutuhkan pertolongan Ibu. Aku mulai belajar untuk menjadi pribadi yang otonom dan tidak tergantung pada siapa pun. Dalam langkahku meniti jalan setapak menuju kedewasaan ini, kadang terselip rasa pedih di hati. Kesibukanku yang bertumpuk membuatku jarang bisa bertemu dengan Ibu.
Kadang aku merasa terjepit. Di satu sisi, aku ingin membuktikan pada ibuku bahwa aku sudah mulai dewasa dan mampu menjaga diriku sendiri. Di sisi lain, aku selalu ingin dekat dan dimanja oleh ibuku. Di saat aku sedang mengalami masalah dan aku merasa beban hidupku terlalu berat untuk kujalani, sering aku hanya bisa menangis dalam hati walaupun aku merasa ingin berlari kembali dan bersembunyi dalam pelukan ibuku.
Setelah aku mulai membuka mata terhadap dunia yang sesungguhnya, ternyata dunia tak selalu seindah yang kubayangkan dahulu. Terkadang aku ingin menumpahkan segala keresahanku di depan Ibu. Tapi dalam setiap pertemuanku dengan Ibu, aku hanya mampu berkata bahwa hidupku sangat menyenangkan dan aku baik-baik saja. Berbeda dengan diriku di masa kecil ketika aku selalu menceritakan segalanya pada Ibu, kini aku cenderung menyimpan dan menyelesaikan sendiri sebagian besar masalahku. Kalaupun aku bercerita pada Ibu, hanya masalah-masalah kecil saja yang kuutarakan. Itu pun kuceritakan saat masalahnya sudah selesai. Melihat tuntutan pekerjaan Ibu di kantor yang semakin tinggi saja, aku sering tidak tega bila bebannya harus ditambah dengan cerita sedihku setiap kali kami mengadakan pertemuan yang terbilang jarang itu. Aku tidak ingin menyusahkan hati ibuku. Aku ingin Ibu bangga padaku. Bangga pada anaknya yang sudah bisa mulai menata kehidupannya sendiri.
Tiap kali aku bertemu Ibu atau berkomunikasi via telepon dengan Ibu, sepertinya Ibu selalu tahu bila aku sedang menghadapi masalah. Anehnya, sepertinya ibuku selalu dapat merasakan bila aku sedang resah, meski aku mati-matian menutupinya. Walau begitu, Ibu amat menghargai otonomi kehidupanku. Ibu tidak banyak bertanya. Ibu selalu berkata padaku bahwa doanya selalu menyertaiku dan Tuhan pasti akan selalu bersamaku. Kepercayaan Ibu yang begitu besar terhadapku menguatkan diriku untuk tetap tegar menjalani hidup. Kadang bila aku sedang hebat-hebatnya terguncang oleh badai emosi dalam menghadapi masalah-masalahku, aku berpikir bahwa kasih sayang Ibu-lah yang selama ini membuatku bertahan hidup. Ya, itulah ibuku. Ibu paling hebat di seluruh dunia. Ibu yang selalu mengerti. Meski tak bisa sering bertemu, aku tahu kami selalu bersama dalam hati. Sebagaimana layaknya seorang anak, cita-cita terbesarku adalah selalu dapat menjaga dan membahagiakan ibuku. Sama seperti Ibu yang selalu menjagaku dalam setiap doanya. Aku pun ingin selalu menjaga ibuku dengan caraku sebanyak waktu yang kupunya, bila Tuhan mengizinkan.
Hmm...Ibuku...Masih ada begitu banyak hal yang bisa kuceritakan tentang dirinya. Segala sesuatu dari dirinya begitu kukagumi. Mungkin tak akan pernah ada ruang yang cukup untuk menuliskan segala kesan yang tersimpan dalam diriku tentang ibuku.
Semoga saja suatu saat nanti aku juga akan mendapat kesempatan untuk menjadi seorang ibu. Aku akan menjadi ibu yang sebaik ibuku dan akan kuhujani anakku dengan kasih sayang, sama seperti yang selama ini dilakukan Ibu untukku.
Kuakhiri hari ini sambil berbisik dalam hati, "Kasih Ibu memang sepanjang jalan," sambil berharap aku dapat bertemu Ibu malam ini dalam mimpi yang teramat indah.
BAB III
KESIMPULAN
Tidak ada satupun di dunia ini seorang anak yang tidak mencintai ibunya, karena begitu besar perjuangan sang ibu dari sebelum melahirkan hingga melahirkan sang anak. Ada anak yang mengungkapkan langsung perasaan cintanya terhadap ibu, tapi ada juga yang mengatakannya lewat berbagai macam perbuatan.
Kadang ibu tidak tahu bahwa perbuatan tersebut adalah bukti cinta sang anak terhadap ibunya. Ini dia beberapa tanda cinta sang anak terhadap ibunya,
- Bayi yang baru lahir menatap mata ibunya, sang bayi berusaha keras untuk mengingat wajah ibunya. Bayi yang baru lahir tidak mengerti mengenai hal yang lain di dunia ini, tapi bayi tahu bahwa ibunya adalah seorang yang penting untuknya.
- Bayi memikirkan sang ibu saat tidak ada di sampingnya. Bayi yang berusia 8 sampai 12 bulan mulai menunjukkan ekspresi wajahnya, saat ibunya tidak ada di dekatnya bayi akan mencari-cari dan tersenyum kembali saat melihat ibunya.
- Anak yang baru bisa berjalan, akan berlari ke arah ibunya saat jatuh atau merasa sedih. Anak kecil ini mungkin tidak terlalu mengerti dengan kata-kata "Aku cinta kamu" tapi apa yang dilakukannya bisa mengartikan lebih dari kata-kata tersebut.
- Anak memberikan bunga yang baru dipetiknya, gambar hati dari tulisan tangannya sendiri atau memberikan sesuatu yang lain sebagai tanda bahwa anak menyayangi ibunya melalui suatu pemberian.
- Anak meminta izin kepada ibunya setiap melakukan sesuatu. Perlakuan ini menunjukkan bahwa anak akan menuruti apa yang dikatakan sang ibu dan mulai bisa diajak kerja sama.
- Anak menceritakan mengenai rahasianya kepada sang ibu, seperti hal memalukan yang dilakukannya. Ini menunjukkan bahwa anak percaya pada ibunya dan tidak malu untuk menceritakan apapun yang terjadi pada dirinya serta tidak malu untuk berpelukan dengan sang ibu di muka umum.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan Beri Komentar Untuk Kemajuan Blog ini...
Apabila ada Link yang error atau mati segera laporkan untuk diganti dengan Link baru..